By : Abdul Hafiz
RENUNGAN HUJAN ITU BERNAMA TARBIYAH
Sahabat…
Pernahkah engkau melihat orang-orang yang merasakan kebahagiaan menikmati keberkahan turunnya hujan pertama kali setelah melewati musim kemarau yang panjang? Mereka akan sangat bahagia, bersorak sorai gembira, bahkan berteriak “Hujan telah turun-hujan telah turun.” Tidak sedikit engkau melihat dari mereka akan sujud syukur, terharu, akan anugrah Sang Khaliq yang begitu besar kepada mereka. Tapi, lihatlah mereka saat hujan itu telah berlalu beberapa hari, kenikmatan yang tadinya disyukuri berubah menjadi celaan, ketidak senangan, kejengkelan, dan lainnya, hingga selalu mengeluh ketika turun hujan. Berharap hujan tidak turun lagi.
Sahabat…
Pernahkah engkau melihat sebagian orang yang pertama kali mendapat hidayah melalui tarbiyah? Mereka baru bisa mengenal islam dengan baik, manhaj dan akidah yang baik, mulai tertarik hatinya untuk selalu bersua dengan al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Mereka akan sangat bahagia, lisannya akan selalu berucap “Syukran Yaa Rab, Syukran Yaa Rabb” tidak sedikit dari mereka yang terharu hingga bersimpuh sujud pada-Nya, di pipinya ia meneteskan air mata. Tapi lihatlah ketika mereka baru saja melalui aktivitas tarbiyah itu beberapa saat, mereka mulai mencelanya, menuduhnya sebagai aktivitas pelaku bid’ah, tidak sesuai dengan tuntunan Nabi, atau mereka malas, karena menganggap diri sudah berilmu.
Sahabat…
Kau pernah melihat keduanya? Sama…. Mereka inilah orang-orang yang tak pandai bersyukur, terpengaruh oleh panah-panah syaithan yang di lesatkan melalui busur-busurnya, terhiasi oleh berbagai pernak-pernik dunia hingga ia seolah indah hingga dianggap sebagai kebaikan. Padahal, ia hanya tipu daya syaithan. Jika kau melihat orang yang mencela hujan, pada awalnya mereka hanya mengeluh, hingga pada akhirnya mereka mencelanya sebagai penghambat kerja mereka. Tak sadar kalau beras yang mereka makan selama ini adalah hasil panen petani tadah hujan. Mereka tak sadar kalau buahan yang mereka makan selama ini, sebagiannya mampu berbuah karena bantuan hujan, bahkan mereka seolah lupa bahwa ada orang-orang yang mencari rizki hanya dengan mengandalkan hujan. Begitupula jika engkau melihat orang-orang yang mencela tarbiyah itu. Ketika mereka telah gemar menuntut ilmu, mereka mulai merasakan kebesaran ilmu di dalam dadanya, lalu syaithan mulai merasuki jiwanya. Ia akan merasa sombong, hingga berkata tarbiyah itu tak ada lagi manfaatnya, semua ilmu yang diajarkan pada tarbiyah itu telah dikuasainya, dan berbagai alasan lainnya. Ia telah lupa, kalau dahulu saudaranya menariknya dari lembah kezhaliman melalui tarbiyah, ia juga lupa bahwa awal ia semangat mempelajari islam melalui tarbiyah, bahkan ia lupa bahwa awal ia merasakan arti keistiqamahan itu adalah melaului tarbiyah.
Sahabat…
Aku yakin, jika engkau menemui orang yang seperti ini, engkau akan mendapati mereka pada dua keadaan. Keadaan pertama adalah mereka akan mengalami kefuturan. Mungkin tidak seluruhnya, tapi kemalasan dalam ibadah dan kurangnya akhlak akan nampak dalam diri mereka. Keadaan kedua adalah ikut kelompok ekstrim yang kerjanya memecah belah islam, bukan saja diluar kelompoknya, tapi dalam kelompok mereka sendiri mereka saling hujat menghujat dan cakar-cakaran, ingin mengingatkan bid’ah tapi sayang tidak memahami dhawabithnya.
Sahabat…
Semua itu tidak lain karena ketidak berkahan ilmu yang mereka peroleh, sebab mereka tidak menghargai guru-guru mereka.
Karena itu wahai sahabat…
Banggalah menjadi orang yang teelahirdari generasi tabiyah yang terbina dengan akhlak mulia dan ilmu yang benar. Jangan menjadi seperti para pencela-pencela hujan, yang tidak bersyukur akan nikmat Allah yang dikaruniakan padanya, ibarat kacang yang lupa pada kulitnya.
Yang mencintaimu karena Allah...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar